Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Kekurangan
yodium sesungguhnya telah mendunia dan bukan hanya masalah gangguan gizi di
Indonesia. Berdasarkan tafsiran WHO dan UNICEF, sekitar 1 juta penduduk di
negara yang berkembang beresiko mengalami kekurangan yodium. Defisiensi yodium
di suatu wilayah mempengaruhi baik manusia maupun cadangan bahan pangan. Sama
seperti manusia, semua jenis tanaman yang tumbuh di daerah yang tidak atau
hanya sedikit mengandung yodium juga mengalami kekurangan.
Kekurangan
yodium ditandai dengan terjadinya pembesaran kelenjar tiroid di leher.
Defisiensi yodium dapat menyebabkan kretin neurologic atau pertumbuhan cebol
yang disertai keterlambatan perkembangan jiwa serta menurunnya kecerdasan anak.
GAKY dapat terjadi pada anak-anak, remaja, dan dewasa. Pada ibu hamil yang
menderita GAKY akan megakibatkan kondisi bayi mati ataupun cacat.
GAKY
sesungguhnya bukan penyakit yang tidak dapat dicegah. Sejak tahun 1986, Lembaga
Swadaya Masyarakat Internasional (International Council for Control of Iodine
Deficiency Disorders) bekerja sama dengan WHO dan UNICEF telah merancang
program umum dalam rangka melenyapkan GAKY pada tahun 2000. Tujuan rencana ini
ialah merancang program pengawasan GAKY secara efektif. Kegiatannya mencakup
kegiatan pada tingkat nasional, regional, dan global.
Keberhasilan
pengawasan defisiensi terhadap cadangan bahan pangan terlihat dari penigkatan
angka lahir hidup dan berat badan, serta penyusutan deformitas. Selanjutnya,
hasil daging dan produk hewan lain bertambah, di samping ketahanan
kerja hewan pun ikut meningkat.
B. Rumusan Masalah
A. Pengertian Gangguan Akibat Kekurangan
Yodium (GAKY)
B. Penyebab Gangguan akibat kekurangan
yodium (GAKY)
C. Epidemiologi Gangguan akibat
kekurangan yodium (GAKY)
D. Perjalanan Penyakit
E. Klasifikasi Gangguan akibat
kekurangan yodium (GAKY)
F. Daerah Endemik Gangguan akibat
kekurangan yodium (GAKY)
G. Gejala Gangguan akibat kekurangan
yodium (GAKY)
H. Dampak yang ditimbulkan Gangguan
akibat kekurangan yodium (GAKY)
I.
Program Penanggulangan Gangguan
akibat kekurangan yodium (GAKY)
J.
Gangguan
akibat kekurangan yodium (GAKY) dan Indonesia
Bab II
Pembahasan
A. Pengertian Gangguan akibat kekurangan
yodium (GAKY)
Gangguan
akibat kekurangan yodium (GAKY) merupakan defisiensi yodium yang berlangsung
lama akibat dari pola konsumsi pangan yang kurang mengkonsumsi yodium sehingga
akan mengganggu fungsi kelenjar tiroid, yang secara perlahan menyebabkan
kelenjar membesar sehingga menyebabkan gondok.
Yodium
sendiri adalah adalah sejenis mineral yang terdapat di alam, baik di tanah
maupun di air, merupakan zat gizi mikro yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan mahluk hidup. Dalam tubuh manusia Yodium diperlukan untuk
membentuk Hormon Tiroksin yang berfungsi untuk mengatur pertumbuhan dan
perkembangan termasuk kecerdasan mulai dari janin sampai dewasa.
Defisiensi
yodium akan menguras cadangan yodium serta mengurangi produksi
tetraiodotironin/T4. Penurunan kadar T4 dalam darah memicu sekresi Thyroid
Stimulating Horrmon (TSH) yang selanjutnya menyebabkan kelenjar tiroid bekerja
lebih giat sehingga fisiknya kemudian membesar (hiperplasi). Pada saat ini
efisiensi pemompaan yodium bertambah yang dibarengi dengan percepatan pemecahan
yodium dalam kelenjar.
Gangguan
akibat kekurangan yodium (GAKY) merupakan suatu gangguan yang mempunyai
pengertian yang lebih luas, karena memnerikan gambaran klinik yang lebih luas,
sehingga gangguan tersebut lebih sesuai bila disebut sebagai Iodine
Deficiency Disorders.
Gangguan
akibat kekurangan yodium (GAKY) adalah rangkaian efek kekurangan yodium pada
tumbuh kembang manusia. Spektrum seluruhnya terdiri dari gondok dalam berbagai
stadium, kretin endemik yang ditandai terutama oleh gangguan mental, gangguan
pendengaran, gangguan pertumbuhan pada anak dan orang dewasa. (Supariasa,
2002).
Gangguan
akibat kekurangan yodium (GAKY) adalah suatu penyakit yang ditandai
dengan terjadinya pembesaran kelenjar gondok (kelenjar tiroid) dan diderita
oleh sejumlah besar penduduk yang tinggal di suatu daerah tertentu.
Gangguan akibat
kekurangan yodium (GAKY) adalah sekumpulan gejala yang dapat ditimbulkan
karena tubuh kekurangan yodium secara terus-menerus dalam jangka waktu yang
cukup lama.
Kekurangan yodium pada masa kehamilan dan awal kehidupan
menyebabkan perkembangan otak terhambat. Titik paling kritis GAKY adalah
trimester ke-2 kehamilan sampai dengan 3 tahun setelah lahir. GAKY merupakan salah satu penyebab
kerusakan otak yang dapat dicegah.
B. Penyebab Gangguan akibat kekurangan
yodium (GAKY)
GAKY dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain:
1. Defisiensi
Iodium dan Iodium Excess
Defisiensi
iodium merupakan sebab pokok terjadinya masalah GAKI. Hal ini disebabkan
karena kelenjar tiroid melakukan proses adaptasi fisiologis terhadap kekurangan
unsur iodium dalam makanan dan minuman yang dikonsumsinya.
Iodium
Excess terjadi apabila iodium yang dikonsumsi cukup
besar secara terus menerus, seperti yang dialami oleh masyarakat di Hokaido
(Jepang) yang mengkonsumsi ganggang laut dalam jumlah yang besar. Bila
iodium dikonsumsi dalam dosis tinggi akan terjadi hambatan hormogenesis,
khususnya iodinisasi tirosin dan proses coupling.
2. Lokasi (Geografis dan
non geografis)
Faktor lokasi dapat berpengaruh
terhadap kejadian GAKY, hal ini disebabkan kandungan yodium yang berbeda di
setiap daerah. Penderita GAKY secara umum banyak ditemukan di daerah perbukitan
atau dataran tinggi, karena yodium yang berada dilapisan tanah paling atas
terkikis oleh banjir atau hujan dan berakibat tumbuh-tumbuhan, hewan dan air di
wilayah ini mengandung yodium rendah bahkan tidak ada.
3. Asupan Energi dan
Protein
Gangguan akibat kekurangan yodium
secara tidak langsung dapat disebabkan oleh asupan energi yang rendah, karena
kebutuhan energi akan diambil dari asupan protein. Protein (albumin, globulin,
prealbumin) merupakan alat transport hormon tiroid. Protein transport berfungsi
mencegah hormon tiroid keluar dari sirkulasi dan sebagai cadangan hormon.
Dengan adanya defisiensi protein
dapat berpengaruh terhadap berbagai tahap dalam sintesis hormon tiroid terutama
tahap transportasi hormone (Djokomoelyanto, 1994).
4. Pangan Goitrogenik
Zat goitrogenik adalah senyawa yang
dapat mengganggu struktur dan fungsi hormon tiroid secara langsung dan tidak
langsung. Secara langsung zat goitrogenik menghambat uptake yodida anorganik
oleh kelenjar tiroid. Seperti tiosianat dan isotiosianat menghambat proses
tersebut karena berkompetisi dengan yodium.
Ada dua jenis zat goitrogenik yang
berasal dari bahan pangan yaitu:
a. Tiosianat
terdapat dalam sayuran kobis, kembang kol, sawi, rebung, ketela rambat dan
jewawut, singkong
b. Isotiosianat
terdapat pada kobis.
Berdasarkan mekanis kerjanya, zat
goitrogenik dipengaruhi oleh proses sintesis hormon dan kelenjar tiroid trhadap
bahan – bahan goitrogenik. Bahan tersebut adalah:
a. Kelompok
tiosianat, dimana mekanisme kerjanya memperngaruhi transportasi yodium.
Misalnya : rebung, ubi jalar.
b. Kelompok
tiroglikosid, dimana mekanisme kerjanya mempengaruhi oksidasi, organofikasi,
dan coupling.
Misal: bawang merah, bawang
putih, bassica dan yellow turnips.
c. Kelompok
akses iodida, dimana mekanisme kerjanya mempengaruhi protealisis, pelepasan,
dan halogenasi misalnya gangguan asupan yodium lebih dari 2 gram sehari, akan
menghambat sintesis dan pelepasan hormon (Djokomoelyanto, 1994).
5. Genetik
Faktor genetik dalam hal ini merupakan
variasi individual terhadap kejadian GAKY dan mempunyai kecenderungan untuk
mengalami gangguan kelenjar tiroid. Faktor genetic banyak disebabkan karena
keabnormalan fungsi faal kelenjar tiroid.
Penyebab genetic lain adalah sejumlah
cact metabolic yang diturunkan, yang melukiskan kepentingan berbagai tahapan
dalam biosintesis hormon tiroid. Cacat ini adalah cacat pada pengangkutan
yodium, cacat pada iodinasi, cacat perangkaian, defisiensi deiodinasi, dan
produksi protein teriodinasi yang abnormal.
C. Epidemiologo GAKY
Garam
beryodium adalah garam yang telah diIodisasi sesuai dengan SNI dan mengandung
yodium sebanyak 30ppm untuk konsumsi manusia atau ternak dan industri
pangan. Di Indonesia, upaya penanggulangan GAKY difokuskan pada
peningkatan konsumsi garam beryodium. Target yang harus dicapai dalam program
penanggulangan GAKY ini yaitu:
1. 90%
rumah tangga yang mengkonsumsi garam beryodium cukup (>30 ppm) secara
nasional, propinsi dan kabupaten/kota.
2. Median
EYU secara rata-rata nasional propinsi dan kabupaten/kota adalah 100-299 µg/L.
Berdasarkan hasil
Riskesdas 2007, menunjukkan bahwa cakupan konsumsi garam mengandung yodium
cukup (30ppm) masih jauh dari target USI (Universal salt Iodization) 90%. Yaitu
baru tercapai 62,3% rumah tangga di Indonesia yang mengonsumsi garam beriodium.
Bahkan, dari sampel di 30 Kabupaten/Kota, hanya 24,5% rumah tangga yang
menggunakan garam beriodium sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI), yakni
30-80 ppm KIO3. Demikian pernyataan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan RI, Dr. dr. Trihono, MSc, pada
pembukaan Seminar Nasional Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) di
Yogyakarta, Kamis pagi (29/11). Kabalitbangkes menyebutkan, terdapat enam
provinsi yang sudah mencapai target konsumsi garam beryodium, diantaranya
Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Gorontalo, dan Papua
Barat.
Angka
kejadian GAKY lebih sering ditemukan di daerah pegunungan, hal ini dikarenakan
komponen tanahnya yang sedikit mengandung yodium. Kandungan yodium yang rendah
di pegunungan disebabkan terjadinya pengikisan yodium oleh salju atau air
hujan, sehingga hal tersebut menyebabkan pula kandungan yodium dalam makanan
juga sangat rendah. Air tanah, air dari sumber mata air, atau air dari sungai
di daerah pegunungan tidak mengandung yodium yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan tubuh manusia, demikian pula halnya dengan ternak serta tanaman yang
tumbuh di pegunungan hampir tidak mengandung yodium sama sekali. Karena sebab
itulah, maka angka kejadian GAKY lebih sering ditemukan di daerah pegunungan
dibandingkan dengan daerah pantai.
Namun
saat ini, terjadi perubahan pola daerah endemik GAKY. Berdasarkan hasil
studi epidemiologi GAKY menunjukkan bahwa telah terjadi pergeseran/pola
daerah endemik yang mulai terlihat di Indonesia, diantaranya sebagai berikut:
1. Gaky
Di Daerah Pesisir Pantai
Penelitian
dengan mengambil latar belakang prevalensi gondok yang tinggi dipesisir Kab.
Halmahera. Berdasarkan hasil Survei Nasional Gondiok tahun 1980/1982 dan hasil
survei tahun 1995/1996, gugus pulau Halmahera Utara-Barat telah memiliki GTR
(Total Goiter Rate) 54,7%. TGR didapat melalui pemeriksaan pe rabaan pada
kelenjar tiroid di daerah leher dan ditemukan adanya pembesaran. Dari Gambaran
TGR >30 % berarti termasuk wilayah endemik berat. Tahun 2002/2003 dilakukan
survei pada Kecamatan Tobelo (Desa Pitu) dan Kecamatan Tobelo Selatan (Desa
Kupa-kupa dan Tomahalu) dengan hasil TGR masih >30% atau masih masuk dalam
kategori endemik berat (Dachlan dan Thaha 2001). Besarnya nilai TGR atau
tingkat endemisistas GAKI di kawasan pesisir Kabupaten Halmahera Utara merupakan
sesuatu yang sangat ironis jika dilihat dari potensi sumberdaya alamnya.
Sumberdaya pesisir merupakan sumberdaya yang memiliki kandungan gizi cukup
tinggi terutama kandungan iodin, misalnya ikan dan rumput laut. Konsumsi harian
sebagian besar masyarakat juga tidak terlepas dari produk perikanan baik produk
segar maupun olahan. Berdasarkan kondisi tersebut, tingginya nilai TGR atau
endemisitas GAKI yang terjadi dimungkinkan karena faktor lain, misalnya
rendahnya kadar iodium pada air minum, konsumsi umbi-umbian yang mengandung
goitrogenik, serta penggunaan garam yang tidak memenuhi standar kandungan
iodiumnya.
2. GAKY
Di Daerah Dataran Rendah
Beberapa
penelitian telah menemukan kejadian gondok di daerah dataran rendah yang cukup
yodium, di mana kandungan yodium dari air, tanah dan produk-produk pertanian di
daerah tersebut mestinya cukup memadai, Berkaitan dengan hal tersebut, muncul
beberapa teori ; antara lain kemungkinan adanya paparan oleh kontaminan di
lingkungan yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan fungsi tiroid, seperti
logam berat (Plumbum=Pb, Hydrargyrum=Hg dan Cadmium=Cd), polychlorinated
biphenyl (PCB), dan pestisida. Hasil penelitian Samsudin (2007), mengenai
risiko pajanan Pb di Yogyakarta, diketahui proporsi Wanita Usia Subur(WUS)
menderita hipotiroid sebesar 19,2%. Proporsi WUS dengan kadar Pb tinggi (PbB =
50 μgr/L) adalah 49,5%. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara kadar
Pb dalam darah dengan fungsi tiroid. Kadar Pb tinggi dalam darah merupakan
faktor risiko terjadinya hipotiroid pada WUS risiko terpajan Pb di perkotaan.
Tingginya kadar Pb dalam darah ini mengakibatkan terbentuknya ikatan dengan
unsur yodium di dalam tubuh yang akibatnya akan menyebabkan timbulnya gondok.
3. GAKY
Di Daerah Dengan Pola Konsumsi Makanan Yang Banyak Mengandung Zat Goitrogenik
Goitrogenik
adalah zat yang dapat menghambat pengambilan zat iodium oleh kelenjar
gondok, sehingga konsentrasi iodium dalam kelenjar menjadi rendah. Selain itu,
zat goitrogenik dapat menghambat perubahan iodium dari bentuk anorganik
ke bentuk organik sehingga pembentukan hormone tiroksin terhambat (Linder,
1992). Laporan penelitian BP2GAKI (2012), dalam penelitiannya tentang pola
makan pada anak penderita gangguan akibat kekurangan yodium (gaky) di kabupaten
Wonosobo menunjukkan hasil bahwa pola makan anak penderita GAKY masih banyak
mengandung zat-zat goitrogenik.
4. Peran
Selenium Terhadap Penyerapan Iodium
Selenium
merupakan senyawa penting pada metabolismeiodin. Penemuan fungsi selenium dalam
metabolisme hormon tiroid memiliki implikasi penting bagi penafsiran efek
defesiensi selenium pada gondok. Suatu kejadian/musibah air bandang yang
menimpa, menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan mikromineral dalam tanah,
salah satunya adalah selenium. Hal ini terjadi pada daerah pada bagian timur
gunung Muria untuk 10 tahun terakhir(Sulchan, 2007).
D. Perjalanan Penyakit
Gangguan karena
kekurangan iodium tidak bergantung usia, seluruh usia dapat mengalami penyakit
ini, mulai dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa, hingga orang tua. Perjalanan
penyakit ini termasuk lambat, karena dalam tubuh terdapat suatu sistem cadangan
iodium yang dapat digunakan selama 2-3 bulan baru iodium itu akan habis
(Guyton, 2008). Setelah cadangan iodium itu habis, barulah timbul manifestasi
gangguan akibat kekurangan iodium misalnya pembesaran kelenjar tiroid. Awalnya
kelenjar tiroid tidak besar dan tidak terlihat tetapi lama kelamaan perbesaran
kelenjar tiroid semakin tampak. Pada tingkat ringan atau sedang, penyakit ini
dapat diatasi dengan pemberian iodium. Apabila sudah parah dan dengan pemberian
iodium tidak menunjukan perbaikan, maka perlu dilakukan tindak
pembedahan(Guyton, 2008). Penyakit ini sangat kecil kemungkinan menyebabkan
kematian, dampak yang paling mengganggu dari penyakit ini adalah bahwa penyakit
ini dapat menurunkan tingkat kecerdasan dan produktivitas kerja seseorang yang
berdampak pada sosial ekonomi seseorang yaitu meningkatnya kebodohan dan
kemiskinan dalam masyarakat (Wiwanitkit, 2007).
Patogenesis
Tubuh kita memiliki
sistem keseimbangan iodida. Iodida masuk kedalam lambung dalam bentuk ion
iodida, kemudian ia akan diproses menjadi iodida kemudian diserap di usus
halus. Jumlah iodida yang dibuang sama dengan jumlah iodida yang diserap setiap
harinya, jika yang diserap lewat usus adalah 500 mikrogram maka yang dibuang
juga sejumlah 500 mikrogram, sejumlah besar 485 mikrogram akan dibuang melalui
urin dan sisanya 15 mikrogram akan dibuang melalui garam empedu. Cadangan
iodida di cairan ekstrasel adalah sebesar 150 mikrogram, sedangkan cadangan
iodida terbanyak ada di kelenjar tiroid itu sendiri yaitu sebesar 8000
mikrogram, sisanya yaitu sebesar 600 mikrogram disimpan di hormon tiroksin atau
triiodotironin yang beredar dalam darah.
Pemasukan
iodida kedalam kelenjar tiroid adalah dengan cara transpor aktif menggunakan
kanal ion Na-K-ATPase. Iodida akan terikat pada ion natrium dan ikut masuk
kedalam kelenjar tiroid dengan perantara ion natrim tersebut, proses ini
dinamakan trapping iodida. Setelah berada didalam sel tiroid, iodida akan
menjalankan fungsinya, yaitu iodida yang telah terlebih dahulu dioksidasi oleh
peroksidase menggunakan H2O2 akan digabung dengan residu tirosil sehingga
menghasilkan iodotirosin yang akan bergabung dengan iodotirosin lainnya
membentuk triiodotironin atau tiroksin di dalam protein pengikat tiroglobulin
(Robbert K. Murray et al,
2009).
Pada kondisi
kekurangan iodium atau iodida, cadangan iodida tubuh akan digunakan sehingga
kondisi kekurangan itu tidak akan berdampak apapun pada tubuh. Yang menjadi
masalah adalah apabila kondisi kekurangan iodida tersebut terjadi selama kurun
waktu yang cukup lama, lebih dari 2 bulan misalnya, sehingga menyebabkan tubuh
kehabisan cadangan iodida (Guyton, 2008). Ketika tubuh kehabisan cadangan
iodida, maka hormon tiroksin atau triiodotironin yang dihasilkan akan
berkurang, hal ini akan menimbulkan manifestasi kekurangan hormon tiroid dalam
tubuh. Kekurangan iodida mencegah produksi hormon tiroksin dan triiodotironin.
Akibatnya tidak tersedia hormon yang dapat dipakai untuk menghambat produksi
TSH oleh hipofisis anterior, hal ini menyebabkan kelenjar hipofisis menyekresi
banyak sekali TSH (Guyton, 2008). Selanjutnya TSH merangsang sel-sel tiroid
menyekresi koloid tiroglobulin kedalam folikel, dan kelenjarnya tumbuh semakin
besar. Tetapi oleh karena iodida yang kurang, produksi tiroksin dan
triiodotironin tidak meningkat dalam molekul tiroglobulin dan oleh karena itu
tidak ada penekanan secara normal pada produksi TSH oleh kelenjar hipofisis.
Ukuran folikelnya menjadi sangat besar dan kelenjar tiroidnya dapat membesar 10
sampai 20 kali ukuran normal (Guyton, 2008).
E. Klasifikasi Gangguan akibat
kekurangan yodium (GAKY)
1. Grade 0
: Normal
Dengan
inspeksi tidak terlihat, baik datar maupun tengadah maksimal, dan dengan
palpasi tidak teraba.
2. Grade IA
Kelenjar
Gondok tidak terlihat, baik datar maupun penderita tengadah maksimal, dan
palpasi teraba lebih besar dari ruas terakhir ibu jari penderita.
3. Grade IB
Kelenjar
Gondok dengan inspeksi datar tidak terlihat, tetapi terlihat dengan tengadah
maksimal dan dengan palpasi teraba lebih besar dari Grade IA.
4. Grade
II
Kelenjar
Gondok dengan inspeksi terlihat dalam posisi datar dan dengan palpasi teraba
lebih besar dari Grade IB.
5. Grade
III
Kelenjar
Gondok cukup besar, dapat terlihat pada jarak 6 meter atau lebih.
Urutan pemeriksaan kelenjar gondok
adalah sebagai berikut :
a. Orang (sampel) yang diperiksa
berdiri tegak atau duduk menghadap pemeriksa
b. Pemeriksa
melakukan pengamtan di daerah leher depan bagian bawah terutama pada lokasi
kelenjar gondoknya
c. Amatilah apakah ada
pembesaran kelenjar gondok (termasuk tingkat II atau III)
d. Kalau
bukan, sampel disuruh menengadah dan menelan ludah. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui apakah yang ditemukan adalah kelenjar gondok atau bukan. Pada
gerakan menelan, kelenjar gondok akan ikut terangkat keatas.
e. Pemeriksa berdiri di belakang
sampel dan lakukan palpasi. Pemeriksaan meletakkan dua jari telunjuk dan dua
jari tengahnya pada masing-masing lobus kelenjar gondok. Kemudian lakukan
palpasi dengan meraba dengan kedua jari telunjuk dan jari tengah.
f. Menentukan
(mendiagnosis) apakah orang/sampel menderita gondok atau tidak.
Apabila salah satu atau kedua lobus kelenjar
lebih kecil dari ruas terakhir ibu jari orang yang diperiksa, berarti orang
tersebut normal. Apabila salah satu atau kedua lobus ternyata lebih besar dari
ruas terakhir ibu jar orang yang diperiksa maka orang tersebut menderita
gondok.
Dalam melakukan palpasi gondok,
pemeriksa harus memperhatkan kondisi sebagai berikut :
a. Cahaya
hendaknya cukup menerangi bagian leher orang yang diperiksa
b. Pada saat
mengamati kelenjar gondok, posisi mata pemeriksa harus sejajar (horisontal)
dengan leher orang yang diperiksa
c. Palpasi
(perabaan) jangan dilakukan dengan tekanan terlalu keras atau terlalu lemah.
Tekanan yang terlalu keras akan mengakibatkan kelenjar masuk atau pindah ke
bagian belakang leher, sehingga pembesaran tidak teraba.
F. Daerah Endemik Gangguan akibat
kekurangan yodium (GAKY)
Istilah
gondok endemik/endemik gondok digunakan jika suatu daerah/wilayah ditemukan
banyak penduduk dengan mengalami pembesaran
kelenjar gondok. Bila > 10 %
penduduk di suatu daerah menderita pembesaran
kelenjar gondok, maka daerah tersebut
merupakan daerah endemik gondok.
1. Daerah
endemik gondok adalah suatu daerah / wilayah yang berdasarkan data Nasional
dikategorikan sebagai gondok endemik berat.
2. Daerah
non endemik gondok adalah suatu daerah / wilayah yang berdasarkan data Nasional
tidak dikategorikan sebagai gondok endemik berat. Klasifikasi daerah endemik
gondok adalah sebagai berikut:
a. Endemik Gondok
Ringan : 10 - 19 % penduduknya mengalami pembesaran kelenjar gondok
b. Endemik Gondok
Sedang : 20 - 29 % penduduknya mengalami pembesaran kelenjar gondok
c. Endemik
Gondok Berat : > 30 % penduduknya mengalami pembesaran kelenjar gondok
Daerah yang banyak dijumpai penderita
gondok adalah daerah-daerah yang terpencil, di gunung dan jauh dari laut.
Secara geografis di derita oleh penduduk yang mendiami 3 macam daerah,
antara lain:
1) Daerah
pegunungan
2) Daerah
yang belum lama berselang ditutupi es
3) Daerah
dimana air minum penduduk bersumber dari batu kapur (Joko Moelyanto, 1990).
G. Gejala Gangguan akibat kekurangan
yodium (GAKY)
Gejala
yang sering tampak sesuai dengan dampak yang ditimbulkan , seperti :
1. Reterdasi
mental
2. Gangguan
pendengaran
3. Gangguan
bicara
4. Hipertiroid
(Pembesaran Kelenjar Tiroid/Gondok)
5. Kretinisme
biasanya pada anak-anak
H. Dampak yang ditimbulkan Gangguan
akibat kekurangan yodium (GAKY)
GAKY tidak
hanya menyebabkan pembesaran kelenjar gondok tetapi juga berbagai macam
gangguan lain. Kekurangan yodium pada ibu yang sedang hamil dapat menyebabkan
abortus, lahir mati, kelainan bawaan pada bayi, meningkatkan angka kematian
prenatal, melahirkan bayi keratin. Kekurangan yodium yang diderita anak-anak
menyebabkan pembesaran kelenjar gondok, gangguan fungsi mental, dan
perkembangan fisik.
Pada orang
dewasa berakibat pada pembesaran kelenjar gondok, hipotiroid, dan gangguan
mental. Kekurangan yodium pada tingkat berat dapat mengakibatkan cacat fisk dan
mental, seperti tuli, bisu tuli, pertumbuhan badan terganggu, badan lemah,
kecerdasan dan perkembangan mental terganggu. Akibat yang sangat merugikan
adalah lahirnya anak kretin. Kretin adalah keadaan seseorang yang lahir di
daerah endemic dan memiliki dua atau lebih kelainan-kelainan berikut :
a. Perkembangan
mental terhambat.
b. Pendengaran
terganggu dan dapat menjadi tuli.
c. Perkembangan
saraf penggerak terhambat, bila berjalan langkahnya khas, mata juling, gangguan
bicara sampai bisu dan reflek fisiologi yang meninggi.
GAKY Merupakan salah satu masalah
kesmas yg serius, karena dampaknya mempengaruhi kelangsungan hidup dan kualitas
SDM, yang meliputi 3 aspek :
1 aspek
perkembangan kecerdasan.
2 aspek
perkembangan sosial.
3 aspek
perkembangan ekonomi.
Pembesaran
kelenjar gondok Struma simplex ini adalah suatu pembesaran
kelenjar tirois yang timbul sebagai akibat rendahnya konsumsi yodium. Semakin
berat tingkat kekurangan yodiumnya, semakin besar ukuran kelenjarnya serta semakin
berat komplikasi yang ditimbulkannya.
Kekurangan yodium padaibu hamil akan
menyebabkan kretin pada bayi yang akan dilahirkannya. Slain itu juga akan
disertai dengan kerusakan susunan syaraf pusat dan hipotirodisme. Secara
klinis kerusakan susunan syaraf pusat akan berupa retardasi, gangguan
pendengaran sampai bisu tuli, gangguan neuromotor seperti
gangguan bicara, dll.
Masalah besar
lain yang diakibatkan oleh GAKY adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan
intelektualitas. Pada ibu hamil dengan GAKY berat akan melahirkan anak cebol
dengan intelektualitas yang rendah.
Dampak sosial lain yang lebih besar
yaitu sulitnya penderita untuk dididik san dimotivasi karena rendahnya
perkembangan mentalsehingga apabila berada dalam lingkungan yang buruk akan lebih
cepat terpengaruh atau terlibat kriminalitas.
Berikut adalah table dari dampak
Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY) :
I.
Program Penanggulangan Gangguan
akibat kekurangan yodium (GAKY)
Ü Tujuan utama program penanggulangan
GAKY :
1. Menurunkan
angka gondok total/TGR.
2. Mencegah
munculnya kasus kretin pd bayi baru lahir di daerah endemik sedang dan berat.
Dengan cara :
a. Peningkatan
konsumsi garam beryodium.
b. Distribusi kapsul
yodium pada kelompok sasaran yg berisiko.
c. Peningkatan
pengadaan garam beryodium.
d. Pemantauan status
yodium di masyarakat.
e. Pemantapan
koordinasi lintas sektor dan penguatan kelembagaan penanggulangan GAKY.
Untuk mencapai tujuan dari program
penanggulangan GAKY perlu ditetapkan strategi yang tepat. Strategi dibagi
sesuai dengan daerah produksi garam dan konsumsi garamnya. Rincian strategi
terbagi dalam 4 kategori, seperti pada tabel berikut :
Ü Program Penanggulangan Gangguan
akibat kekurangan yodium (GAKY) berdasarkan waktu
ü Jangka pendek:
Program distribusi kapsul
yodium (200 mg/kapsul) bagi masyarakat di daerah endemik sedang dan berat.
(dulu diberikan dlm bentuk suntikan).
ü Jangka Panjang:
a. Yodisasi garam utk seluruh masyarakat
(Universal Salt Iodization).
b. Peningkatan
konsumsi aneka ragam bahan pangan yg bersumber dari laut.
c. Penurunan
konsumsi pangan goitrogenik.
d. Komunikasi,
Informasi, Edukasi (KIE).
e. Fortifikasi.
J.
Gangguan
akibat kekurangan yodium (GAKY) dan Indonesia
Di
Indonesia, upaya penanggulangan GAKY difokuskan pada peningkatan konsumsi garam
beryodium. Maka tujuan penanggulangan GAKY ini adalah Pencapaian dan
pelestarian Universal Salt Iodization (Garam beryodium untuk semua) pada tahun
2010. Dengan tujuan khusus:
1. Peningkatan
proporsi rumah tangga yang mengkonsumsi garam beryodium cukup (≥30ppm).
2. Pelestarian
konsumsi garam beryodium cukup pada semua rumah tangga di seluruh
kabupaten/kota.
Target yang harus dicapai dalam
program penanggulangan GAKY ini yaitu:
1. 90% rumah tangga
yang mengkonsumsi garam beryodium cukup (≥30 ppm) secara nasional, propinsi dan
kabupaten/kota.
2. Median EYU secara
rata-rata nasional propinsi dan kabupaten/kota adalah 100-299 µg/L.
Dasar Hukum dalam Pelaksanaan Program
Penanggulangan GAKY, salah satunya adalah p rogram yodisasi garam. Program
yodisasi garam telah dirintis sejak tahun 1977 yang diperkuat dengan adanya:
1. Keputusan
Presiden nomor 69 tahun 1994 tentang pengadaan garam beryodium.
2. Undang-Undang
Perlindungan Konsumen nomor 8 tahun 1999, yang bertujuan menjamin status
kesehatan warganegara.
3. Peraturan
Pemerintah nomor 15 tahun 1991 tentang Standar Nasional Indonesia.
4. Peraturan
Pemerintah nomor 8 tahun 2008, tentang perencanaan pembangunan
daerah sesuai dengan situasi otonomi daerah.
5. Surat
Keputusan Menperind nomor 29/M/ SK/2/1995 tentang Pengesahan SNI dan penggunaan
tanda SNI wajib pada 10 produk industry.
Bab III
Penutup
A. Kesimpulan
1. Iodium
merupakan salah satu unsur mineral mikro yang sangat dibutuhkan oleh tubuh
walaupun dalam jumlah yang relative kecil. Namun apabila diabaikan dapat
menimbulkan efek atau dampak yang cukup berpengaruh dalam kehidupan semua
orang.
2. GAKY
merupakan masalah gizi yang sangat serius, karena dapat menyebabkan berbagai
penyakit gangguan seperti Gondok, kreatinisme dan keterlambatan pertumbuhan dan
kecerdasan.
3. Dampak GAKY terhadap permasalahan di lingkungan
masyarakat :
- Pengaruh
GAKY terhadap Kelangsungan Hidup.
- Pengaruh
GAKY terhadap Perkembangan Intelegensia.
- Pengaruh
GAKY terhadap Perkembangan Sosial.
- Pengaruh
GAKY terhadap Perkembangan Ekonomi
4. Garam beryodium adalah garam yang telah
diIodisasi sesuai dengan SNI dan mengandung yodium sebanyak 30ppm untuk
konsumsi manusia atau ternak dan industri pangan.
5. Di Indonesia,
upaya penanggulangan GAKY difokuskan pada peningkatan konsumsi garam beryodium.
DAFTRA PUSTAKA
Bambang Wirjatmadi, Merryana Adriani.
2012, Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta: kencana, cetakan peretama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar